Rumah tangga sejatinya adalah sekolah pertama bagi setiap anak. Di sanalah mereka belajar tentang kehidupan, kasih sayang, tanggung jawab, dan terutama tentang keimanan kepada Allah ﷻ. Bila iman menjadi kurikulum utama dalam keluarga, maka setiap aktivitas, ucapan, dan keputusan akan berorientasi pada keridaan-Nya.
Allah ﷻ berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka...” (QS. At-Tahrim: 6). Ayat ini mengingatkan bahwa mendidik keluarga dalam iman bukan sekadar pilihan, melainkan kewajiban yang akan menyelamatkan dunia dan akhirat.
Keluarga yang menanamkan nilai iman akan membentuk generasi yang kokoh jiwanya. Ketika anak-anak tumbuh dengan mengenal Allah, memahami makna ibadah, dan terbiasa berbuat kebaikan, mereka tidak mudah goyah oleh arus zaman.
Orang tua berperan sebagai guru dan teladan, menunjukkan bagaimana iman diwujudkan dalam kehidupan nyata melalui kejujuran, kesabaran, syukur, dan tanggung jawab. Pendidikan iman bukan hanya tentang teori, tetapi tentang bagaimana keluarga mempraktikkan nilai-nilai Islam dalam keseharian.
Menjadikan iman sebagai kurikulum berarti setiap kegiatan di rumah memiliki nilai ibadah. Makan bersama disertai doa, bekerja diniatkan sebagai ibadah, berbicara dijaga dari kata-kata buruk, dan waktu luang dimanfaatkan untuk kebaikan.
Rumah yang dihidupkan dengan dzikir, tilawah, dan doa bersama akan dipenuhi keberkahan dan ketenangan. Dalam lingkungan seperti ini, anak-anak belajar bahwa hidup bukan sekadar mencari dunia, tetapi mencari ridha Allah dalam setiap langkah.
Pada akhirnya, keluarga yang berlandaskan keimanan akan menjadi benteng yang melahirkan generasi berakhlak dan berdaya. Dunia mungkin menawarkan banyak “kurikulum sukses”, namun tanpa iman, semuanya akan rapuh. Karena itu, mari jadikan keimanan kepada Allah sebagai kurikulum utama dalam rumah tangga — agar setiap hati di dalamnya selalu terhubung dengan Sang Pencipta, dan setiap langkahnya senantiasa menuju jalan kebaikan.
