
Oleh : Johan Septiano (Mahasiswa Akademi Al Qur’an FKAM)
Bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan yang begitu banyak, yaitu nikmat sehat, sempat, dan nikmat yang terbesar yang Allah berikan kepada hamba-Nya adalah iman dan Islam. Oleh karenanya kita hamba Allah yang telah diberi nikmat iman dan Islam ini mari memperbanyak rasa syukur kita kepada Allah SWT.
Kemudian bersholawat kepada Rasulullah SAW sang pejuang Islam dan para keluarganya, sahabatnya, tabi’in, tabi’ut, tabi’in, dan para pengikut sunnah-sunnahnya sampai akhir zaman kelak.
Jama’ah yang Insya Allah dirahmati Allah SWT. Para ulama berkata, “Sesungguhnya dunia itu ialah tempat ujian.
Bapak dan Ibu yang Insya Allah dirahmati Allah SWT. Banyak kita temui hari ini berita-berita tentang musibah/ bencana, di Cianjur kemarin itu terjadi gempa, di pertengahan bulan Februari kemarin Solo dilanda banjir, di tahun 2010 merapi erupsi, di tahun 2004 Aceh dilanda tsunami, bahkan yang belum lama ini yaitu ada wabah corona yang menggemparkan dunia.
Jama’ah yang Insya Allah dirahmati Allah SWT.
A. Sebab Turunnya Musibah
Bahwasanya musibah yang menimpa manusia itu ada sebab-sebabnya, dari nash-nash baik Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Bahwa ada 2 sebab musibah itu turun, yaitu yang pertama sebagai ujian dan yang kedua sebagai hukuman.
1. Musibah Turun sebagai Ujian
Allah berfirman:
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”.
Di dalam kitab tafsir Ibn Katsir, beliau sang penulis menafsirkan ayat ini ialah “Allah mengabarkan kepada kita bahwa Dia senantiasa memberikan ujian kepada hamba-Nya”. Allah akan menguji hamba-Nya dengan kelapangan, kadang juga rasa sempit, ketakutan, kelaparan, kematian orang-orang terdekat, kebun/ sawah yang tidak pernah panen.
Ulama Syaikh As-Saidiy juga mengomentari ayat ini. Beliau berkata, “Allah menguji hamba-Nya untuk membuktikan mana iman yang benar dan mana iman yang dusta”. Dan hal ini adalah sunatullah, karena orang-orang beriman jika terus-menerus berada pada kelapangan atau kenikmatan dan tidak merasakan beratnya ujian, maka keimanannya akan bercampur dengan kerusakan.
Maka hikmah kenapa Allah memberikan ujian kepada hamba-Nya ialah untuk membedakan mana orang dengan keimanan yang kuat dan mana keimanan yang buruk/ dusta, sehingga Allah akan menguji hamba tersebut dengan ketakutan, kelaparan, banjir, hilang, sawah atau kebun yang diserang hama, dll.
Allah berfirman di surat Al-Ankabut: 1-3.
“Alif laam mim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, ‘Kami telah beriman’ sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”.
Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan/ mengomentari ayat ini adalah “Benar Allah SWT benar-benar akan menguji hambaNya yang beriman sesuai kadar keimanannya”.
Rasulullah SAW bersabda yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah dari Sa’d bin Abi Waqas ra., ia berkata, “Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapakah yang paling berat ujiannya?’ Rasulullah menjawab, ‘Para nabi, kemudian orang-orang terbaik dan begitu selanjutnya seseorang diuji sesuai kadar keimanannya. Jika ia kokoh dalam agamanya, maka ujiannya berat. Jika dia lemah dalam agamanya, maka ujiannya sesuai dengan kadar agamanya tersebut dan bala ujian itu akan senantiasa ada (menimpa) seseorang hamba sampai dia membiarkannya berjalan (bebas dari musibah) di atas bumi sementara dia tidak lagi memiliki sisa dosa’”.
Jama’ah yang Insya Allah dirahmati Allah SWT. Ulama bernama Imam Mula Ali Al-Qari semoga Allah merahmati beliau. Beliau mengomentari hadits ini, “Ujian yang paling berat adalah para nabi (kemudian setelahnya dan begitu terus)”. Maka ketika seseorang semakin dekat dengan Allah, maka semakin berat ujiannya dan semakin besar pahalanya (oleh karena itu manusia akan diuji sesuai kadar keimanannya).
Maka di antara sebab-sebab turunnya musibah adalah untuk menguji atau sebagai ujian bagi manusia.
2. Musibah Turun sebagai Hukuman
Allah berfirman di dalam surat As-Syura ayat 30.
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu”.
Imam Ibnu Katsir mengomentari ayat ini, “Apapun bencana yang menimpa kalian wahai manusia, maka semata-mata karena keburukan-keburukan yang kalian lakukan.
Jama’ah yang Insya Allah dirahmati Allah SWT. Di dalam ayat As-Syura: 30 ini dijelaskan ke dalam 3 bagian:
Pertama : Kita bisa memetik faedah ayat tersebut bahwa musibah turun secara merata.
Sebab turunnya musibah secara merata dikarenakan dosa, karena kata tersebut disebutkan secara nakirah (tanma alim lam) dan masuknya huruf ﺹ (artinya: dari) yang memiliki arti keseluruhan.
Kedua : Ayat itu dikhususkan kepada ahli maksiat dari kalangan orang-orang muslim.
Imam Allamah Al-Allusiy berkata dalam tafsirnya, “Ayat tersebut khusus ditunjukkan kepada para pendosa dari kalangan muslimin karena bagi nabi yang tidak memiliki dosa, Allah telah memberikan ujian kepada mereka yang disebutkan dalam hadits”. Manusia yang paling berat ujiannya adalah para Nabi, kemudian yang semisalnya dan seterusnya.
Ketiga : Para salaf yang menisbatkan musibah itu disebabkan dosa yang mereka lakukan.
Para salaf jika mereka ditimpa musibah maka mereka menisbatkannya kepada dosa-dosa mereka. Contohnya adalah diriwayatkan dari Ibnu Sa’d dari Abi Mulaikah bahwa ketika A Sang binti Abu Bakar r.a. merasakan pusing, lalu ia meletakkan tangannya di atas kepalanya kemudian mengatakan, “(sakit ini adalah) lantaran dosaku, dan apa-apa yang Allah ampuni atas dosaku itu lebih banyak”.
Jama’ah yang Insya Allah dirahmati Allah SWT. Allah berfirman dalam surat Ar-Rum: 41.
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang lurus)”.
Imam Abu As-Su’ud mengatakan dalam tafisrnya, “Telah tampak kerusakan di darat da di laut, seperti pencekik, kematian, kebakaran banjir, hilangnya keberkahana, ada wabah penyakit gmba dll. Disebabkan karena perbuatan tangan manusia”. Maksudnya sebab dari dosa yang membuat mereka celaka.
Kesimpulannya bahwa musibah yang menimpa itu adalah hukuman yang disebabkan karena keburukan, dosa, kerusakan yang mereka lakukan.
3. Perbedaan Hukuman dan Ujian
Jama’ah yang Insya Allah dirahmati Allah SWT. Ujian itu bisa sebagai hukuman dan bisa juga sebagai cobaan. Maka kita melihat pada keadaan seseorang, supaya tahu itu ujian atau hukuman.
Jama’ah yang Insya Allah dirahmati Allah SWT. Ujian itu seleksi sedangkan hukuman itu balasan yang disegerakan. Hukuman adalah balasan yang disegerakan atas manusia karena akibat kegagalan dalam menghadapi ujian. Contohnya ialah Qarun dan kegagalannya. Yang cepat. Allah berfirman (Al-Qashash: 81).
“Maka Kami benamkan Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi, maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah, dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya)”.
Jama’ah yang Insya Allah dirahmati Allah SWT. Ada beberapa poin-poin perbedaan hukuman dan ujian, yaitu:
1) Ujian berdiri di depan sebab, sedangkan hukuman adalah akibat penyelewengan.
Ujian adalah berdiri di depan berbagai sebab dan akibat, sedangkan hukuman adalah akibat dari penyelewengan.
2) Sumber ujian adalah istiqamah, sedangkan sumber hukuman adalah bertambahnya kefasikan.
Keimanan dan keistiqamahan di atas agama yang lurus adalah sebab datangnya ujian. Oleh karena itu para nabi adalah manusia yang paling besar ujiannya, kemudian yang sederjahat di bawahnya. Kemudian di bawahnya sebagaimana hadits tadi, maka maknanya jika seseorang adalah orang yang shaleh lagi bertakwa, maka yang menimpanya adalah wujud nyata dari ujian. Adapun tentang hukuman, maka sumbernya adalah penyelewengan yang menambah kefasikan.
3) Ujian berpangkal dari kecintaan Allah, sedangkan hukuman dari murka-Nya.
Pangkal ujian adalah bentuk cinta Allah kepada hamba-Nya, sedangkan hukuman merupakan isyarat kemarahan dan murka-Nya. Dalilnya adalah dalam sebuah hadits, “Apabila Allah mencintai suatu kaum, maka Allah akan menguji kaum tersebut. Apabila kaum tersebut bersabar, maka Allah akan memberikan pahala kesabaran dan apabila kaum tersebut murka maka Allah akan murka kepada kaum tersebut”.
Jama’ah yang Insya Allah dirahmati Allah SWT.
4) Ujian dapat mempersatukan umat, sedangkan hukuman merupakan sebab perpecahan.
Ujian bertujuan mempersatukan umat, ketika cobaan mulai merebak dan ujian semakin dahsyat, maka manusia akan saling bersatu. Adapun hukuman akan memecah umat. Allah Berfirman (Al-Maidah: 14).
“Dan di antara orang-orang yang mengatakan: sesungguhnya kami ini orang-orang Nasrani, ada yang telah kami ambil perjanjian mereka, tetapi mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka tlah diberi peringatan dengannya. Maka kami timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai hari kiamat. Dan kelak Allah akan memberitakan kepada mereka apa yang mereka kerjakan”.
5) Ujian membutuhkan ketakwaan dan kesabaran, sedangkan hukuman membutuhkan taubat dan istighfar.
Sebagaimana firman Allah SWT (Yusuf: 90)
“Sesungguhnya barangsiapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik”.
Adapun hukuman ia membutuhkan taubat dan istighfar serta kembali lagi ke jalan yang lurus.
4. Sikap Seorang Mukmin ketika Ditimpa Ujian agar Tak Putus Asa
1) Keyakinan tentang kepastian turunnya musibah.
Dalilnya firman Allah Al-Baqarah: 155.
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar”.
Juga dalam surat Ali-Imron: 186 (penggalan ayat).
“Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu”.
2) Takdir Allah.
Maka yang harus dihadirkan oleh seorang hamba ketika turun musibah adalah itu takdir Allah. Imam Allamah Ar-Razi mengatakan, “Jika manusia mengetahui bahwa sesuatu yang menimpanya itu karena takdir Allah, maka ia akan ridho.
3) Mengingat adanya pahala di setiap ujian.
Di antara bentuk kebaikan Allah terhadap hamba-Nya adalah Allah menyediakan pahala di balik musibah, dalilnya:
Imam Bukhari meriwayatkan dari Aisyah Rdh berkata, Rasulullah SAW bersabda:
“Tidaklah musibah yang menimpa seorang muslim kecuali Allah akan menjadikannya sebagai kafarah bagi dosa-dosanya walaupun hanya duri yang menusuk”.
4) Memohon pertolongan Allah dengan kesabaran.
Allah berfirman dalam Al-Baqarah: 155 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allh bersama orang-orang yang sabar”.
5) Jangan putus asa dari rahmat Allah.
Kenapa putus asa dilarang? Karena keputusasaan hanya dilakukan oleh mereka yang jahil dari Allah. Adapun kita yang mengetahui Allah bahwa Allah Rabb semesta alam, tempat bergantung dan Maha Pemurah.
Allah berfirman dalam surat Yusuf: 87 yang artinya:
“Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada putus asa dari rahmat Allah melainkan kaum kafir”.
Jadi jama’ah yang Insya Allah dirahmati Allah SWT. Kesimpulannya pembahasan ini adalah jangan berputus asa dari rahmat Allah. Karena Allah tergantung kepada prasangka hamba-Nya.
“Aku seperti yang hamba-Ku berprasangka kepada-Ku”.
Referensi:
– Jangan Putus Asa dari Rahmat Allah, karya Syaikh Prof. Dr. Fadhllahi
– Seni Menikmati Ujian, karya Hami Saad Ghunami