Beriman Kepada Yang Ghaib

 Oleh : Ziyad Fatihuni’am Al Musayafa (Mahasiswa Akademi Al Qur’an FKAM)

 

Bismillahirrahmanirrahim. Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Ma’asyirol mu’minin rahimakumullah.

Pada kesempatan yang mulia ini, tidak ada kata yang pantas kita ucapkan selain ucapan hamdallah sebagai bentuk ungkapan syukur kita kepada Allah yang telah memberi kita banyak kenikmatan, baik itu hal yang kita sukai maupun tidak. Maka semua itu adalah bentuk karunia Allah. Di mana ketika Allah memberi nikmat, itu adalah bentuk karunia Allah agar kita semakin banyak bersyukur kepada Allah. Adapun ketika Allah memberi ujian, maka itu adalah bentuk karunia Allah agar kita semakin mendekat kepada Allah dan kembali kepada Allah.

Pada kesempatan ini pula, kita juga harus bersholawat kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam, dimana hal itu adalah salah satu bentuk kecintaan kita kepada beliau yang telah memperjuangkan agama Islam sehingga kita bisa merasakan manisnya Islam dan iman. Semoga kita semua dikumpulkan di syurga Allah nanti bersama Rasulullah.

Ma’asyirol mu’minin rahimakumullah.

Sebagaimana yang kita yakini dan pahami, bahwa dalam Islam kita dituntut agar beriman dengan perkara ghoib dan juga harus beriman kepada hari kiamat. Sebagaimana yang telah Allah firmankan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah dalam 5 ayat pertama.

Maka kita meyakini bahwa kehidupan ini adalah sementara, setelah kita mati kita akan melewati dan singgah di alam kubur untuk menjalani kehidupan yang baru nan sementara. Tak cukup di situ, pada hari kiamat Allah tidak akan membiarkan kita hancur sia-sia, akan tetapi kita akan dibangkitkan di Padang Mahsyar untuk menanti antrian menuju tempat yang abadi, di dalam neraka maupun syurga.

Di Padang Mahsyar nanti, kita akan menghadapi ujian yang sangat berat, bahkan Rasulullah mengabarkan dengan sabdanya:

Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah bersabda, ‘Salah seorang di antara mereka berdiri dalam keringatnya mencapai kedua telinganya’”. (HR. Bukhori No. 4938 dan Muslim No. 5106)

Hal di atas terjadi karena sebagaimana yang dijelaskan dalam Hadist Shohih Muslim yang panjang, di mana pada hari manusia dibangkitkan dan dikumpulkan dalam Padang Mahsyar, Allah menjadikan matahari dekat dengan kepala kumpulan manusia.

Namun di hadist lain, Rasulullah juga mengabarkan bahwa di saat yang sulit itu, ada beberapa golongan yang Allah kecualikan, golongan yang akan diberikan keselamatan dan naungan oleh Allah.

Dari Abu Hurairoh R.A., Rasulullah SAW bersabda:

Ada tujuh golongan yang akan diberi perlindungan oleh Allah pada hari yang ada hanyalah naungan Allah, yaitu:

1.      Imam (pemimpin) yang adil.

2.      Pemuda yang tekun dalam beribadah kepada Allah.

3.      Lelaki yang hatinya tertaut dengan masjid.

4.      Dua orang lelaki yang saling mencintai karena Allah, bertemu dan berpisah karena Allah.

5.      Seorang lelaki yang diajak berzina oleh wanita yang memiliki kedudukan lagi cantik, lalu ia berkata, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah’.

6.      Seorang lelaki yang bersedekah secara diam-diam hingga tangan kirinya saja tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.

7.      Lelaki yang mengingat Allah dalam kesendirian lalu berlinanglah air matanya”. (HR. Bukhori dan Muslim No. 715)

Di dalam hadist di atas, Allah akan memberikan naungan kepada 7 golongan yang melakukan amalan yang sangat istimewa, yaitu:

1.      Pemimpin yang adil.

Manusia diciptakan oleh Allah tujuannya adalah untuk menjadi khalifah, sebagaimana firman Allah yaitu:

Dan (ingatlah), ketika Rabb-mu berfirman kepada para malaikat, ‘Aku hendak menjadikan khalifah di bumi’”. (QS. Al-Baqarah: 30)

Maka dengan dalil di atas, pada dasarnya manusia adalah pemimpin. Apakah itu pemimpin dari setiap makhluk Allah, pemimpin atas suatu negeri, pemimpin atas suatu keluarga, maupun pemimpin atas dirinya sendiri.

Bahkan ada dalam hadist lain yang menyebutkan bahwasanya setiap orang adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.

Di dalam Al-Qur’an pula, Allah menyebutkan bahwasanya Allah menawarkan kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, namun mereka enggan. Maka Allah memberikan amanah itu kepada manusia, kemudian Allah menyebutkan 2 karakter manusia, yaitu:

Sungguh, manusia itu sangat dzalim dan juga sangat bodoh”. (QS. Al-Ahzab: 72)

Di dalam dalil sebelumnya, Allah menyebutkan bahwa setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Sedangkan dalam ayat di atas Allah menyebutkan karakter manusia itu adalah suka berbuat dzolim dan bodoh. Maka alangkah hebatnya bilamana ada manusia yang bisa berbuat adil dalam mengurusi amanahnya. Ketika ia menggunakan sarana jabatan sebagai sarana kebaikan, menyuruh pada kebaikan, dan mencegah pada kemungkaran, hal itu adalah sebuah prestasi yang sangat agung.

Bahkan dia tidak hanya pantas mendapatkan naungan Allah saja, namun lebih dari itu. Allah pasti akan memebrikan pahala dan kedudukan yang sangat tinggi di sisi-Nya.

Ma’asyirol mu’minin rahimakumullah.

2.      Pemuda yang tekun dalam beribadah kepada Allah.

Masa muda adalah masa yang sangat besar urusannya. Bahkan kelak ketika di alam kubur, seseorang akan ditanya tentang masa mudanya, untuk apa ia habiskan. Masa muda juga masa yang hanya terjadi sekali seumur hidup. Orang yang sudah lanjut usia tidak akan bisa kembali pada masa muda. Hanya saja, yang bisa ia lakukan hanyalah memiliki semangat layaknya seorang pemuda.

Masa muda adalah masa pertumbuhan seorang dari masa kanak-kanak, masa di mana sedang mulai berkembang dari segi fisik maupun psikis. Dengan semangatnya yang menggelora, tak heran seorang pemuda mudah terbawa arus dalam lingkungan.

Di saat itu, seorang pemuda cenderung kritis, sehingga berbeda dengan kanak-kanak yang hanya memikirkan bermain dan orang tua yang hanya terfokus dengan kehidupannya masing-masing.

Maka dengan masa ini, maklumlah Allah memberi kekhususan bagi siapa yang mampu mengendalikan masa mudanya untuk sarana ketaatan kepada Allah, sedangkan di sisi lain banyak pemuda yang disibukkan dengan menikmati masa mudanya dengan bersenang-senang dan berbuat kemaksiatan.

Oleh karena itu, mari kita manfaatkan masa yang singkat ini sehingga bisa dimanfaatkan untuk berbuat ketaatan kepada  Allah Ta’ala.

3.      Lelaki yang hatinya tertaut oleh masjid.

Masjid adalah pusat peribadahan kaum muslimin dan juga termasuk rumah Allah. Bahkan Allah mengkhususkan bagi orang mukminlah yang pantas untuk memakmurkan masjid. Sedangkan orang kafir itu tidak boleh mendekati masjid karena ia najis.

Ketika Allah menyandingkan masjid dengan nama-Nya, disebut sebagai rumah Allah yang mulia, maka orang yang hatinya tertaut dengan masjid ia juga mulia. Adapun makna dari hati yang tertaut dengan masjid adalah ketika seseorang merasa gelisah ketika mulai jauh dari masjid, ia pasti akan senantiasa memenuhi seruan Allah dan senantiasa menjadikan masjid tempat bersandar.

 

Ma’asyirol mu’minin rahimakumullah.

4.      Orang yang saling mencintai karena Allah, bertemu dan berpisah karena Allah sangatlah pantas untuk mendapatkan kemuliaan oleh Allah. Dikarenakan ketika seseorang senantiasa menyandar segalanya kepada Allah, maka ia tidak akan gelisah akan kehilangannya dan tidak akan begitu selain ketika kehilangan dirinya.

Maka dari itu, marilah kita cintai siapapun karena Allah. Sehingga kita akan termasuk orang yang mendapatkan naungan Allah Ta’ala.

5.      Lelaki yang enggan diajak zina oleh wanita yang berkedudukan lagi cantik.

Dalam kitab AL-Kabair, Imam Adz-Dzahabi mengategorikan perbuatan zina termasuk dalam dosa besar. Di mana dalam perkara dosa besar, Allah menetapkan had (hukuman)nya sendiri.

Hukuman bagi pezina muhsun adalah dirajam hingga mati dan hukuman bagi pezina ghoiru muhson adalah dicambuk sebanyak 100x. Tidak cukup di situ, di dalam QS. An-Nur: 2 dijelaskan keterangan ini tidak berbelas kasihan dalam menjalankan hukum Allah dan hendaklah proses hukuman disaksikan oleh sekumpulan orang-orang beriman.

Bahkan Imam Adz-Dzahabi menerangkan lebih lanjut bahwa dalam sunnah nabi telah dijelaskan ketika hukum qisus belum dilaksanakan di dunia dan ia mati dalam keadaan belum bertaubat, maka di neraka akan diazab dengan cambuk dari api.

Maka dari itu, kita harus mengajarkan kepada saudara, anak, dan tetangga kita agar menjauhi segala hal yang dapat menjerumuskan seseorang dalam perbuatan zina. Di mana Allah juga akan memberi ganjaran yang besar bagi orang yang mau menjauhi dosa-dosa besar, sebagaimana dalam firman-Nya:

Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara yang kamu dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu dan akan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (yaitu syurga)”. (QS. An-Nisa’: 31)

Ma’asyirol mu’minin rahimakumullah.

6.      Seorang lelaki yang bersedekah secara diam-diam hingga tak diketahui tangan kiri.

Dalam golongan ini diungkapkan dengan sangat indah, di mana Rasulullah memberikan ungkapan ini dikarenakan sangat hati-hatinya orang tersebut dari dosa riya’ yang mampu menghapus pahalanya.

Ia menginfakkan hartanya di jalan Allah secara tersembunyi, hingga mana mungkin orang lain mengetahui sedangkan tangan kirinya saja tidak mengetahui.

7.      Lelaki yang mengingat Allah dalam kesendirian lalu berlinanglah air matanya.

Dalam kategori ini, Rasulullah juga mengabarkan bahwa orang yang mengingat Allah, baik dengan sholat, membaca Al-Qur’an, maupun selainnya, sedangkan ia sendirian dan dalam keadaan menangis, maka Allah akan lindunginya pada hari yang sulit atau di Padang Mahsyar.

Orang ini beribadah, mendekat kepada Allah dengan penuh kekhusyukan lagi mengira seakan-akan ia mampu melihat Allah. Meskipun ia tak mampu dan tidak akan mampu, maka dalam keyakinannya Allah senantiasa mengawasinya. Kategori ini juga disebutkan Rasulullah sebagai tingkatan ihsan.

Ma’asyirol mu’minin rahimakumullah.

Demikianlah kabar dari Rasulullah tentang 7 golongan yang dinaungi Allah. Semoga kita dimudahkan untuk melakukan salah satu maupun beberapa amalan di atas.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

 

Referensi:

1.      Al-Qur’an Al Karim

2.      Hadist Rasulullah

3.      Kitab Ensiklopedi Hari Akhir, karya Ustadz Abu Fatiah Al-Adnani

4.      Kitab Al-Kabair karya Imam Adz-Dzahabi

Scroll to Top