
Oleh: Muhammad Thoriq An-Najah (Mahasiswa Akademi Al Qur’an FKAM)
Alhamdulillah, marilah kita haturkan segala bentuk pujian dan syukur kepada Allah jalla jala luhu. Allahumma lakal hamdu kulluhu walaka syukru kulluhu. Dialah Dzat yang menciptakan kita, menghidupkan kita dan kelak juga akan mematikan kita. Manifestasi syukur tertinggi atas nikmat hidup jelas terletak pada kerelaan hati yang tak berbelah bagi untuk istiqomah mengakui Allah Ta’ala sebagai satu-satunya Dzat yang layak disembah dan ditaati hingga akhir hayat kita. Walatamutunna illa wa antum muslimun. Janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan muslim bertauhid kepada Allah SWT. Ketika seorang muadzin mengumandangkan adzan, hayya ‘alasholah, maka kita lafadzkan lahaula wala quwwata illa billah. Sebagai bukti betapa lemahnya kita, sehingga panggilan adzan pun itu berikan nikmat dan kuasa Allah SWT yang wajib untuk kita syukuri.
Sholawat berboncengan salam kita pintakan kepada Allah Ta’ala agar senantiasa disampaikan kepada Habibullah Muhammad SAW. Karena beliaulah yang membawa agama Islam ini dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang, dari zaman onta menuju zaman toyota.
Akhlak mulia pertama dan utama yang wajib dimiliki oleh seorang mukmin adalah ikhlas. Apa itu ikhlas? Yaitu mengerjakan sesuatu demi mengharap keridhoan Allah SWT semata saja dan tidak mengharapkan sesuatu kecuali mendapatkan ridho-Nya.
Ikhlas itu merupakan akhlak yang mulia kedudukannya amat penting dalam setiap amalan, baik amalan hati, amalan lisan, maupun amalan badan. Bagaimana tidak demikian jika mengingat nilai tiap amal di sisi Allah Ta’ala tergantung pada niatnya, dan setiap muslim yang beramal akan mendapatkan balasan sesuai dengan niatnya. Rasulullah SAW bersabda:
“Setiap amalan tergantung pada niat, dan setiap orang akan mendapatkan balasan sesuai dengan niatnya. Siapa yang hijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka dia memperoleh pahala hijrah karena Allah dan Rasul-Nya. Namun siapa yang hijrahnya karena dunia yang diincarnya atau karena wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya itu hanya sebatas apa yang dia niatkan”. (HR. Al-Bukhori dan Muslim)
Karena itulah, Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya yang mukmin supaya senantiasa menjaga keikhlasan dalam segala situasi dan kondisi, sehingga mereka meraih derajat hamba yang mukhlis.
Allah SWT berfirman;
“Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur’an kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya”. (QS. Az-Zumar: 2)
Dalam ayat lain, Allah SWT berfirman:
“Katakanlah: Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama”. (QS. Az-Zumar: 11)
Masih banyak lagi ayat yang memerintahkan kita supaya mengikhlaskan semua amal karena Allah SWT. Begitu juga Rasulullah SAW, banyak hadits yang diriwayatkan kepada kita, beliau SAW memotivasi umatnya agar senantiasa mengedepankan keikhlasan dalam setiap perkataan maupun perbuatan.
Rasulullah SAW menukil firman Allah dalam hadits qudsi yang artinya, “Aku adalah Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa mengerjakan amalan dengan menyekutukan-Ku di dalamnya, niscaya akan Aku tinggalkan dia bersama amalan syirik itu”.
Beliau SAW pun bersabda:
“Sungguh, Allah tidak menerima suatu amalan kecuali yang dilakukan ikhlas semata-mata mengharap wajah-Nya”.
Suatu ketika, Abu Hurairah r.a. bertanya kepada Nabi SAW tentang siapa orang yang paling gembira pada hari kiamat. Lantas beliau SAW menjawab, “Hai Abu Hurairah, aku sudah menduga tidak ada orang yang menanyakan hal ini sebelum mu. Aku bisa menilai dari keingintahuanmu yang begitu besar terhadap hadits”.
Setelah memuji sahabat ini beliau bersabda, “Orang yang paling gembira pada hari kiamat kelak karena syafaat ku yaitu orang yang mengucapkan lailahaillallah (tidak ada ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah) dengan ikhlas dari dalam hati atau jiwanya”.
Mungkin itulah alasannya mengapa Rasulullah SAW selalu berupaya menjaga keikhlasan beribadah kepada Allah dengan banyak berdzikir kepada-Nya.
Lantas apa sih keutamaan kita disuruh untuk ikhlas? Ikhlas ini mempunyai banyak keutamaan. Barangsiapa yang ikhlas beramal karena Allah, akan merasakan manisnya iman. Adapun keutamaannya:
1. Salah 1 syarat diterimanya amal.
Semua amal seorang hamba di dunia pasti kelak akan dihisab, setiap orang akan dihadapkan dengan 2 pertanyaan terkait amalnya: untuk siapa dia beramal dan bagaimana dia melaksanakan.
Pertama, apakah ia beramal dengan ikhlas karena Allah? Atau dia beramal karena ingin pamer di hadapan manusia? Atau ia terpaksa demi menghindari celaan orang lain jika tidak melakukannya?
Kedua, apakah pelaksanaan amal tersebut sesuai dengan tuntunan Rasulullah atau tidak? Ibnul Qayyim dalam Al-Fawaid mengatakan, “Seorang hamba yang beramal namun tidak disertai dengan keikhlasan kepada Allah dan tidak mempedulikan tuntunan dan ajaran Rasulullah, maka dia seperti musafir yang sengaja memenuhi kantung perbekalannya dengan pasir. Berat dia memikulnya, tetapi tidak ada sedikitpun manfaat diperolehnya”.
2. Membersihkan hati dari dengki.
Keikhlasan itu ibarat air jernih yang membasuh mata hati. Dengan keikhlasan, seseorang akan bisa memurnikan qalbunya dari sifat dengki dan khianat. Inilah mengapa ia menjadi sumber bagi semua kebahagiaan.
Dari Abdullah bin Mas’ud, bahwa Nabi SAW bersabda, “Ada tiga hal yang akan menjaga (kebersihan) hati seorang mukmin dari rasa dengki: mengikhlaskan amal hanya kepada Allah, memberi nasihat kepada pemimpin kaum muslimin, dan tetap bersama jama’ah karena doa kaum muslimin senantiasa menyertai mereka”.
3. Dicintai penghuni langit dan bumi.
Allah Ta’ala berfirman:
“Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, kelak (Allah) yang Maha Pengasih akan menanamkan rasa kasih sayang (dalam hati mereka)”. (QS. Maryam: 96)
Dan masih banyak lagi keutamaan-keutamaan orang yang ikhlas dalam beramal kebaikan. Lantas bagaimana ciri-ciri atau tanda-tanda hamba yang ikhlas?
1. Selalu melihat kekurangan diri sendiri.
Orang yang ikhlas cenderung menyibukkan hati untuk mengoreksi kekurangan dirinya, bukan kekurangan orang lain. Dia merasa masih banyak keburukan pada dirinya dan masih banyak kesalahan yang diperbuatnya. Karena itulah, dia jauh dari sifat ujub (bangga terhadap diri sendiri) dan selalu merasa saudaranya yang lain lebih baik daripada dia.
2. Tidak terperdaya oleh pujian manusia.
Imam Ibnul Qayyim r.a. dalam Al-Yawaid mengemukakan, sifat ikhlas dan cinta sanjungan, pujian, dan tamak terhadap milik orang lain tidak bisa berkumpul dalam satu hati. Keduanya ibarat air dan api, biawak dan ikan. Ketika dirimu berbisik kepadamu untuk berbuat ikhlas, pertama hadapilah sifat tamak lalu sembelihlah ia dengan pisau putus harapan. Kemudian jauhi sanjungan dan pujian, jauhi mereka seperti menjauhi cinta dunia demi akhirat. Ketika penyembelihan sifat tamak dan menjauhi pujian dan sanjungan telah kau lakukan dengan teguh ikhlas akan mudah kau lakukan.
3. Merahasiakan amal.
Di antara tanda-tanda ikhlas yang paling besar yaitu merahasiakan amal. Diriwayatkan dari Al-Hasan r.a., ia menuturkan, “Sungguh ada seorang yang menghafal Al-Qur’an tanpa tetangganya tau. Ada orang yang paham banyak ilmu namun orang-orang tidak mengenalnya. Ada orang yang melakukan sholat sangat lama di rumahnya, sementara orang-orang yang mengunjunginya tidak mengetahuinya. Sungguh, kami mendapati banyak kaum yang tidak punya amalan di muka bumi yang mampu dilakukan secara rahasia, sehingga selamanya ia lakukan secara terang-terangan. Sungguh kaum muslim berdoa dengan sungguh-sungguh tanpa terdengar suaranya yang terdengar hanya suara bisikan antara diri mereka dengan Tuhannya”.
Demikian itu karena Allah SWT berfirman, “Berdoalah kepada Tuhanmu yang rendah hati dan suara lembut” (QS. Al-A’raf: 55). Selain itu, Allah Ta’ala menyebutkan seorang hamba saleh yang ucapannya diridhai. Allah SWT berfirman, “(yaitu ketika dia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut”. (QS. Maryam: 3)
Imam Asy-Syafi’i r.a. berkata, “Seorang alim sebaiknya memiliki amal sholeh yang disembunyikan, hanya dirinya dan Allah Ta’ala saja yang tahu. Sesungguhnya ilmu atau amal yang diketahui manusia kurang bermanfaat di akhirat”.
4. Tidak menyukai ketenaran dan kepopuleran.
Yaitu berusaha menghindari dari ketenaran, dan tidak berusaha mencari-carinya. Sebab ketenaran akan menuntut pemiliknya supaya mempunyai kedudukan tinggi dalam hati manusia. Padahal cinta kedudukan merupakan sumber kerusakan. Karena itulah, melarikan diri dari rasa haus akan ketenaran merupakan ciri orang yang ingin mengaplikasikan keikhlasan dalam setiap perbuatan dan perkataannya.
Para sahabat nabi dan generasi Salafus Shalih setelah mereka adalah contoh teladan yang nyata bagi kita dalam hal ini Abu Hurairah r.a. berkata, “Jikalau bukan karena satu ayat dalam Al-Qur’an, tentu aku tidak akan menyampaikan hadits kepada kalian”.
Bunyi ayat itu yaitu:
“Sungguh orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk, setelah kami jelaskan kepada manusia dalam Al-Qur’an, mereka itulah yang dilaknat Allah dan dilaknat (pula) oleh mereka yang melaknat”. (QS. Al-Baqarah: 159)
Dan masih banyak lagi tanda-tanda orang ikhlas.
Setelah kita mengetahui tanda-tandanya, maka tinggal caranya dan menjaganya. Para ulama mengingatkan kepada kita bahwasanya menjaga keikhlasan merupakan amal paling berat.
Oleh karena itu, perlu kita mengtahui dan kita perhatikan sarana-sarana yang akan membantu kita untuk meraih dan menjaga keikhlasan dalam beramal.
1. Memohon pertolongan Allah.
Manusia adalah makhluk yanglemah, dan bagian terlemahnya adalah hati. Karena hati gampang berubah dan berbolak-balik. Sebagai makhluk yang lemah, kita wajib menyadari bahwa tiada daya dan upaya kecuali atas pertolongan Allah semata. Tak ada satu amal yang mudah dikerjakan jika Allah menghendakinya sulit dan tak ada satu amal yang sulit jika Allah menghendakinya mudah.
Begitu juga dengan keikhlasan. Berat-ringan dan mudah-sulitnya seseorang dalam menggapai dan menjaga keikhlasan sangat tergantung pada kehendak Allah. Karenanya, ketika panggilan ikhlas mengetuk hati kita, segeralah sadar bahwa tidak ada tempat untuk memohon pertolongan selain kepada Dzat yang Maha Memegang dan membolak-balikkan hati ini sekehendaknya.
2. Mengetahui keutamaan ikhlas dan bahaya riya’.
Hal ini yang akan membantu kita dalam meraih keikhlasan, sehingga kita benar-benar terpacu untuk meraihnya dan mau bersabar ketika menempuh lika-liku jalannya. Begitu pula, kita wajib mengetahui seluk-beluk riya’ dari berbagai bentuknya, penyebabnya, ciri-cirinya dan hingga segala akibat dan bahaya riya’ tersebut.
3. Takut terhadap murka Allah.
Imam Hasan al-Bashri r.a. berkata, “Tidak ada yang takut kepada Allah kecuali orang mukmin. Dan tidak ada yang merasa aman dari murka Allah kecuali orang munafik”.
Benar, setiap orang yang beriman sangat takut terhadap murka Allah. Ia begitu khawatir jika Allah membencinya dikarenakan ada penyakit riya’ yang menyelimuti hatinya, padahal dia sangat menginginkan keridhoan-Nya. Rasa takut kepada Allah yang mendalam inilah yang akan membantu seseorang untuk bersikap ikhlas.
4. Selalu ingat bahwa dunia ini fana.
Manusia terpikat dengan gemerlapnya dunia tidak akan mampu melihat aib serta kehinaan dunia. Karenanya, mereka selalu saja berupaya mengejar keinginan duniawi dan tenggelam bersamanya. Mereka tidak menyadari bahwasanya dunia ini sangat tidak pantas dijadikan pemberhentian akhir atau tujuan akhirnya.
Sebaliknya, seseorang yang menyadari kerendahan dan kehinaan dunia ini pasti akan lebih mudah mengikhlaskan amalnya demi meraih keridhoan Allah dan negri akhirat.
5. Berkawan dengan orang yang ikhlas.
Dekatilah orang-orang yang ikhlas, dan jadikan mereka sebagai teman karib atau sahabat, karena kedekatan dengan mereka berpengaruh besar terhadap hati kita. Keikhlasan dan ketaqwaan kita akan ikut terasah ketika menyaksikan langsung ketulusan, keikhlasan, kelembutan dan ketaqwaan mereka.
Maka ambillah serumpun perangai tepruji mereka, dan selamilah adab-adab mereka, serta hiduplah bersama mereka dengan damai. Seperti sabdanya Nabi SAW:
“Wali-wali Allah adalah orang-orang yang apabila dilihat niscaya mereka akan mengingatkan orang yang melihatnya kepada Allah”.
Ja’far bin Sulaiman mengatakan, “Jika merasakan hatiku sedang keras, akupun bersegera pergi untuk melihat wajah Muhammad bin Wasi. Sungguh, wajahnya mencerminkan seakan-akan dia baru kehilangan anaknya”.
Dan yang terakhir yang keenam.
6. Merenungkan kondisi manusia pada hari kiamat.
Cobalah untuk sering merenungi kondisi manusia pada hari kiamat. Mereka akan dibangkitkan dan dikumpulkan dalam keadaan tanpa sehelai benang pun, tidak beralas kaki. Kondisi mereka ini persis seperti ketika dilahirkan ke dunia, tidak kurang dan tidak lebih.
Renungkanlah semua manusia dikumpulkan di Padang Mahsyar, sementara matahari tepat berada di atas kepala mereka. Keringat mereka mengalir hingga tubuhnya tenggelam, sesuai dengan keburukan dan dosa yang dikerjakan di dunia. Dan bagaiman akeadaan manusia ketika dilihatkan Neraka Jahannam yang memilikih tujuh puluh ribu kekang, yang tiap kekangnya ditarik 70 malaikat. Pada hari itu, manusia ditanya tentang tindakan dan ucapannya. Mereka diminta menyeberangi sirath, jembatan yang membentang di atas jurang jahannam.
Renungkan juga kedahsyatan-kedahsyatan serupa yang sangat mengerikan yang terjadi kelak, pada hari kiamat!
Apabila seorang muslim sanggup menghadirkan semua kedahsyatan hari kiamat itu dalam setiap amalnya, niscaya dia tidak akan mau menyerah hatinya kepada makhluk, apalagi sekedar mengharapkan pujian dari mereka. Tetapi, dia hanya menyibukkan diri untuk bisa mempersembahkan amalnya kepada Allah, mengharap ridho dan rahmat-Nya.
Demikian yang dapat saya sampaikan. Semoga termasuk orang-orang yang ikhlas dalam beramal dan semoga kita semua dimasukkan oleh Allah ke Jannah-Nya. Aamiin.
Referensi:
– Al-Qur’an
– As-Sunnah
– Ensiklopedi Akhlak Rasulullah SAW, Syaikh Mahmud Al-Mishri
– Ensiklopedi Akhlak Salaf, Ummu Ihsan dan Abu Ihsan al-Atsani